Selasa, 08 Desember 2009

PERATURAN DAERAHPROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAHPROVINSI SULAWESI SELATAN

NOMOR 3 TAHUN 2005

TENTANG

GARIS SEMPADAN JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

Menimbang :

a. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan berbagai sektor telah mendorong peningkatan arus mebilisasi ekonomi dan sosial yang memerlukan prasarana fisik-fisik jalan yang makin memadai, serta upaya-upaya pengamanan dan penertiban prasarana fisik jalan agar, pemanfaatannya lebihberdayaguna dan berhasilguna;

b. bahwa upaya pembangunan dan pengembangan system jaringan jalan menghadapi berbagai hambatan terutama akibat keberadaan dan perkembangan bangunan-bangunan pada ruang pengawasan jalan yang mengakibatkan tertanggunya ruang pengawasan jalan serta posisinya kurang menjamin pengembangan pembangunan jalan.

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b diatas, maka perlu dibuat peraturan daerah tentang Garis Sempadan Jalan Nasional dan Provinsi.

Mengingat:

1. Undang-undang Nomor 47 Perp tahun 1960, tentang pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102) Juncto Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang penetapan peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan daerah Tingkat 1 Sulawesi Utara dan Daerah Tingkat 1 Sulawesi Selatan menjadi Undang-Undang ((Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 57, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nonmor 2068), Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 Tentang pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara No. 4422);

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman (LoembaranNegara tahun 1992 nomor 23, tambahan Lembaran Negara Nomor 3469);

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya (LembaranNegara 1992, nomor 27, tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);2

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 nomor 49, tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);

6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran negara Tahun 2002 Nomor 134, tambahan Lembaran negara Nomor 4247);

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 nomor 53, Tambahan Lembaran negara nomnor 4389);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);

10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keungan Antara pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, tambahan Lembaran negara Nomor 4438);

11. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2004 nomor 132 tambahan Lembaran negara nomor 4444);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 nomor 37, Tambahan Lembaran negara nomor 3293);

13. Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertical di daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, tambahan Lembaran negara nomor 3373);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, tambahan Lembaran Negara nomor 3527);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, tambahan Lembaran Negara Nomor 3529);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang pembinaan dan pengawasan atas Penyelenggaraan pemerintahn daerah ( tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4090)

18. Peraturan daerah Provinsi dati I Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan;

19. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 44 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

Memperhatikan :

1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 620-306 Tahun 1998 tentang Penetapan Ruas jalan Provinsi.

2. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 375/M/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 tentang penetapan Ruas-ruas Jalan dalam Jaringan Jalan Primer menurut peranannya sebagai Jalan Arteri, jalan Kolektor 1, jalan Kolektor 2 dan jalan Kolektor

3. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 376/M/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya sebagai Jalan Nasional.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHPROVINSI SULAWESI SELATAN

DAN

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan daerah ini, yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif daerah.

3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan.

4. Dinas adalah instansi yang melaksnakan tugas dan fungsi bidang jalan dan jembatan.

5. Kepala Dinas adalah Kepala Instansi yang melaksanakan tugas dan fungsi bidang jalan dan jembatan.

6. Garis Sempadan jalan adalah Garis Batas Luar pengaman untuk dapat mendirikan bangunan dan atau pagar dikanan dan kiri jalan pada ruang pengawasan jalan.

7. Garis Sempadan yang dimaksud adalah Garis Sempadan jalan Nasional dan garis Sempadan Provinsi.

8. Garis Sempadan Jalan Nasional adalah garis batas luar pengaman untuk dapat mendirikan bangunan dan atau pagar di kanan dan di kiri jalan pada ruang pengawasan jalan ruas jalan Nasional.

9. Garis Sempadan Jalan Provinsi adalah Garis Batas luar pengaman untuk dapat mendirikan bangunan dan atau pagar dikanan dan dikiri jalan pada pengawasan jalan ruas jalan Provinsi.

10. Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi Pengaturan, Pembinaan, Pembangunan dan Pengawasan Jalan.

11. Penyelenggaraan Jalan adalah pihak yang melakukan Pengaturan pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya.

12. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

13. Jaringan jalan Primer adalah system jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional.

14. Jaringan jalan Sekunder adalah system jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat didalam kawasan perkotaan.

15. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.

16. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan /pembagian dengan cirri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

17. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.

18. Jalan Nasional adalah merupakan jalan Arteri dan jalan Kolektor dalam system jaringan jalan primer yang menghubungkan antara ibukota provinsi dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

19. Jalan Provinsi adalah merupakan jalan Arteri dan jalan Kolektor dalam system jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota Provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau, antara ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.

20. Ruang jalan adalah meliputi Ruang Manfaat jalan , Ruang Milik Jalan Ruang pengawasan Jalan dengan batas vertikal keatas, horizontal dan vertikal kebawah.

21. Ruang Manfaat jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebeas tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan angunan pelengkap lainnya.

22. Ruang Milik Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dukuasai oleh penyelenggara jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diperuntukkan bagu ruang manfaat jalan, dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari serta kebutuhan ruang untuk pengaman jalan.

23. Ruang pengawasan Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan diluar Ruang Milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan diperuntukkan bagi jarak pandang pengguna jalan dan pengaman konstruksi jalan.

24. Ruang Sempadan Jalan adalah ruang antar Garis Sempadan Jalan dan tepi badan jalan paling rendah.

25. Bangunan Bangunan adalah ruang, rupa, perawakan, wujud (bangunan\arsitektur) dan diantaranya terdapat sesuatu yang didirikan (rumah, gedung, jembatan dan sebaginya).

BAB II.

FUNGSI DAN PERANAN GARIS SEMPADAN

DAN RUANG JALAN

Pasal 2

1) Fungsi Garis Sempadan Jalan adalah untuk melindungi Ruang Pengawasan Jalan dari bangunan-bangunan yang dapat mengganggu peranan jalan.

2) Peranan Garis Sempadan Jalan adalah untuk menentukan sampai batas tertentu para pemilik tanah (persil) yang berada pada ruang pengawasan jalan dapat menggunakan haknya untuk mendirikan bangunan bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

1) Fungsi Ruang jalan adalah untuk mengawasi, melindungi dan membatasi Ruang Manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan dari

2) bangunan-bangunan yang dapat mengganggu peranan jalan.

3) Peranan ruang jalan yang meliputi Ruang Manfaat Jalan , Ruang Milik Jalan dan ruang pengawasan Jalan adalah untuk kepentingan pelayanan dan kenyamanan arus lalu lintas umum dan masyarakat pengguna ruang jalan.

BAB III

MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT

GARIS SEMPADAN JALAN

Pasal 4

1) Maksud dan tujuan ditetapkannya pengaturan garis sempadan jalan adalah untuk tetap tercapainya kelestarian fisik jalan dan fungsi jalan serta dalam rangka menunjang terciptanya lingkungan yang serasih, seimbang, tertib dan teratur serta merupakan upaya-upaya pengamanan dan penertiban dalam manfaat jalan dari kegiatan mendirikan bangunan-bangunan diatas persil/tanah dipinggir jalan.

2) Manfaat penerapan ketentuan garis sempadan jalan dilapangan adalah guna menjamin fungsi Ruang Pengawasan Jalan dari gangguan keberadaan bangunan-bangunan yang dapat menghalangi jarak pandang pengguna jalan, disamping untuk terciptanya bangunan-bangunan yang teratir serta pengamanan konstuksi jalan.

BAB IV

JARAK GARIS SEMPADAN JALAN

Pasal 5

1) Jarak Garis Sempadan Jalan yang harus dipedomani oleh perorangan, Badan Hukum, Badan Usaha, badan Sosial adan Dinas / Instansi penerbit Surat Izin Mendiirikan Bangunan (IMB), perencana Bangunan-bangunan maupun pemilik bangunan adalah sebagai berikut:

a. Jalan Nasional sekurang-kurangnya 15 meter;

b. Jalan Provinsi sekurang-kurangnya 10 meter;

2) Penetapan Garis Sempadan Jalan ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan sebagai batas luar daerah pengawasan jalan, yang diukur dari batas tepi badan jalan paling rendah.

3) Jarak Garis Sempadan untuk pengamanan konstruksi jembatan diukur dari tepi luar pangkal jembatan yaitu tidak kurang dari 100 meter kearah hulu dan kearah hilir jembatan.

4) Ruang Sempadan Jalan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat / instansi /lembaga / Badan setelah mendapat izin dari penyelenggara jalan.

Pasal 6

1) Ketetapan Jarak garis sempadan Jalan Nasional dan Jalan Provinsidigambarkan kedalam peta untuk keperluan sebagai berikut:

a. Pembuatan Peta rencana Detail tata Ruang yang berhubungan dengan fungsi Dinas Teknis terkait di kabupaten/kota;

b. Pembiatan Peta Rencana Teknis Ruang yang berhubungan dengan fungsi Dinas Teknis terkait di Kabupaten/Kota.

2) Garis Sempadan jalan yang tertuang dalam peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilengkapi patok-patok batas dengan jarak tertentu sebagai 6 pedoman di kabupaten/kota setelah mendapat persetujuan dari penyelenggara jalan.

BAB V

WEWENANG PENANGANAN

Pasal 7

1) Ruas-ruas jalan Nasional yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum,\ maka pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan Ruang Jalan ditangani oleh pemerintah Pusat, dilimpahkan ke Gubernur sebagai pejabat pemerintah Pusat di daerah.

2) Ruas-ruas jalan Provinsi yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, maka pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan Ruas jalan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi.

BAB VI

PEMBINAAN, PEMANFAATAN DAN PENGAWASAN

Pasal 8

1) Pembinaan, pemanfaatan dan pengawasan pelaksanaan ketentuan ketentuan dalam peraturan daerah ini dilakukan oleh Gubernur.

2) Pembinaan, pemanfaatan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, secara teknis dilaksanakan oleh Dinas Teknis terkait.

BAB VII

LARANGAN

Pasal 9

Setiap orang perorangan, Badan Hukum dan badan Sosial dilarang menempatkan , mendirikan dan merenovasi sesuai bangunan dan atau pagar pekarangan, baik secara keseluruhan atau sebagian dengan jarak kurang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Daerah ini.

BAB VIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 10

1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan, dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), sesuai Undang_undang Republik Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang Jalan.

2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, adalah pelanggaran.

Pasal 11

Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 Peratruan daerah ini tindak pidana yang mengakibatan terganggunya fungsi jalan diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IX

PENYIDIKAN

Pasal 12

1) Selain pejabat Polisi negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi penyelenggaraan jalan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam penyelenggaraan Jalan.

2) Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimakasud dalam ayat (10, dilakukansesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 13

1) Bangunan bangunan dan persil tanah masyarakat yang telah berdiri dan memiliki Suerat Izin mendidiirkan bangunan serta tanah milik masyarakat sebelum peraturan aderah ini diberlakukan akan diberikan jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun sejak Peraturan Daerah ini diberlakukan untuk menyesuiakan posisi bangunan yang telah didirikan.

2) Bangunan bangunan dan persil tanah masyarakat yang telah memiliki Surat Izin Mendirikan bangunan dan sertifikat, guna menyesuikan ketentuan Garis Sempadan jalan, maka terhadap pemilik tersebut akan dilakukan musyawarah untuk mengambil keptusan yang disesuaikan dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

3) Banyunan bangunan milik masyaraklat yang tidak memiliki Surat Izin Mendirikan Bangunan guna penyesuaian Garis Sempadan Jalan, jika terpaksa pembongkaran atas bangunan tersebut dapat dilaksanakan oleh Petugas yang ditunjuk oleh Dinas terkait tanpa pemberian ganti rugi.

4) Sejak berlakunya Peraturan Daerah ini maka Pemerintah berkewajiban melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat pengguna ruang jalan berupa penyuluhan, papan ionformasi, mass media cetak, elektronik dan media infomrasdi lainnya.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Hal-hal yang belum tertuang dalam Peraturan daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Gubeernur.

Pasal 15

Peraturan daerah ini mulia berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulsel.

Ditetapkan di Makassar

Pada tanggal, 16-5-2005

Gubernur Sulawesi Selatan

Cap/ttd

H. Amin Syam

Diundangkan di Makassar

Pada tanggal, 16-5-2005

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI

SULAWESI SELATAN

Cap/ttd

Drs. H.A.Tjoneng Mallombassang

NIP: 010 045 911

(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005 Nomor 3)

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

NOMOR 224

Tidak ada komentar:

Posting Komentar