Selasa, 08 Desember 2009

PELUANG DPD LAKUKAN PERUBAHAN OPTIMAL

DPD MILIKI PELUANG BESAR LAKUKAN PERUBAHAN SECARA OPTIMAL

Meski dalam Konstitusi kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terbatas, DPD memiliki peluang yang besar untuk melakukan perubahan dengan cara mengoptimalkan peran dan fungsi-fungsi kelembagaan DPD sehingga bisa melakukan pressure terhadap Dewan Perwakilan Rakyat yang memiliki kewenangan luas. Demikian benang merah dari pendapat anggota Panitia Ad Hoc (PAH) I Rully Chairul Azwar, Theo L. Sambuaga, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Bivitri Susanti, Mantan Undersecretary Parlemen Afsel Peter Lilienfeld, Mantan Pejabat Parlemen Kanada yang juga guru besar sejarah dan politik, Prof. Gordon Barnhart dalam Lokakarya Nasional Calon Anggota DPD Terpilih di Hotel Hilton, Jakarta, Senin (21/6). Menurut Rully, dalam Konstitusinya, DPD memiliki fungsi legislasi yang terbatas, yakni ikut dalam pembahasan pembuatan undang-undang dan usul inisiatif undang-undang yang terkait dengan 5 bidang kedaerahan, yaitu otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumberdaya ekonomi dan yang terkait dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain itu, lanjut Rully, DPD memiliki fungsi konsultasi, yakni memberi pertimbangan, baik soal anggaran pendapatan belanja negara (APBN), pajak, pendidikan dan agama (pasal 22 D UUD 1945), maupun dalam pemilihan anggota BPK (23 F). Diakui, meskipun bisa ikut terlibat dalam pembahasan Undang-undang dan berhak memberikan pertimbangan. Namun, DPD tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan, seperti yang dimiliki DPR. Menurut Rully, keharusan melalui pintu DPR tersebut merupakan tantangan yang dihadapi DPD untuk mencapai kesepakan dengan DPR mengenai berbagai hal terkait dengan tugas dan wewenang DPD. “Kalau DPR menolak usul DPD, maka perlu dipikirkan keharusan bagi DPR untuk menjelaskan secara tertulis tentang penolakan tersebut kepada publik sebagai konstituen DPD,� katanya. Terkait dengan itu, Bivitri menandaskan, DPD harus menjadi pressure terhadap DPR dalam rangka menyalurkan aspirasi daerah. Jika usulan DPD ditolak, maka DPD harus menyampaikan kepada media massa dan konstituennya, sehingga diketahui benar sikap sebenarnya DPD. “Kalau pressure itu kuat, pelan-pelan akan terjadi evolusi. Kalau DPR terus menolak, rakyat akan semakin memberi dukungan kepada DPD,� katanya. Untuk berhasil melakukan pressure kepada DPR, DPD, ujarnya, harus mampu melakukan komunikasi politik yang baik dengan konstituen dan anggota DPR. Bahkan, tak tertutup kemungkinan untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi dan Susduk yang membatasi kewenangan DPD. “Indikasinya cukup kelihatan, bahkan Komisi Konstitusi telah merekomendasikan agar DPD menjadi lebih kuat. Kalaau dulu anggota MPR takut negara pecah karena DPD, itu karena konservatif, padahal banyak teori dan pengalaman DPD justru menjadi pengikat dan pemersatu daerah, karena bisa menjadi saluran formal dan resmi untuk menyalurkan aspirasi daerah,� ungkap dia. Dalam pengamatan Dr. Daniel Sparingga, semangat para anggota DPD untuk melakukan perubahan dan reposisi amat kentara, meskipun dilakukan secara softly karena khawatir ada gejolak. Negara kesatuan tetap yang utama, tetapi daerah harus menjadi unsur penting di dalamnya. Pandangan tentang kuatnya keutuhan negara kesatuan karena diperkuat unsur-unsur yang membentuknya kuat pula. Itu karena kekuasaan membutuhkan keseimbangan yang masuk akal dan rasional antara pusat dan daerah dengan formula yang tepat. Hubungan DPD dengan DPRMenurut Theo L Sambuaga, hubungan antara DPD dengan DPR, DPRD, Pemerintah Pusat dan Daerah dapat ditinjau dari hubungan kerja, hubungan aspiratif dan hubungan politis. Hubungan kerja merupakan hubungan formal sebagaimana tertuang dalam aturan perundangan atau hukum positif, yakni UUD 1945, UU tentang Pemilu, UU Susduk dan Tatib DPR dan Tatib DPD. Hubungan aspiratif karena hubungan basis konstituen yang sama atau bersamaan, dimana DPR dan DPD basis konstituennya adalah sama, kecuali untuk daerah pemilihan anggota DPRD yang bagian provinsi. Sedangkan hubungan politik akan lahir dan berkembang sebagai perwujudan hubungan kerja dan hubungan aspiratif sepanjang DPD dan lembaga lain terus bekerja. Dinamika hubungan ini akan membawa perobahan pada ketentuan formal yang menjadi dasar hubungan kerja antar lembaga ataupun fungsi, tugas dan wewenang lembaga-lembaga tersebut khususnya DPD. Fungsi legislasi dan pengawasan DPD merupakan cerminan hubungan DPD dengan Pemerintah Pusat, yang dapat dioptimalkan melalui hubungan kerja DPD dengan DPR. Ada baiknya DPR dan DPD membentuk mekanisme hubungan dengan DPR yang lebih rinci dan signifikan sampai pembahasan tingkat akhir, selain itu, dalam bidang pengawasan harus difollow up oleh DPR dan diikuti oleh DPD, jadi lewat rapat-rapat kerja DPR, anggota DPD bisa diundang bahkan mengadakan joint session dalam berbicara dengan pemerintah lewat misalnya badan musyawarah untuk membahas agenda bersama. Dalam hal hubungan DPD dengan DPRD Provinsi lebih merupakan hubungan aspiratif. Sejauh ini yang diatur dalam ketentuan formal adalah menyangkut pengaduan pemilih yang dapat mengakibatkan pemberhentian Anggota DPD melalui DPRD Provinsi yang disampaikan pada Badan Kehormatan DPD.Peranan Anggota DPD bersama Anggota DPRD provinsi dalam sidang DPRD provinsi sebagai penentu kata akhir proses impeachment Gubernur yang sejalan dengan pemilihan langsung untuk gubernur masih menjadi bahan pemikiran. Berbagai ketentuan formal yang ada sekarang ini yang menjadi landasan kehadiran dan fungsi DPD merupakan landasan bagi dinamika politik dan kebutuhan nasional untuk meningkatkan fungsi dan peranan DPD. Selain kiprah dan peranan DPD, kepercayaan rakyat terhadap DPD serta hubungan kerja antara DPD dengan DPR, DPRD dan Pemerintah akan menjadi dasar bagi lahirnya gagasan baru. Tugas dan fungsi DPD harus dilaksanakan dengan prinsip terbuka dan akuntabilitas, sehingga konstituen dan rakyat pada umumnya dapat mengikuti dan menilai sejauhmana DPD telah menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya. (Tim Pemberitaan MPR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar