Selasa, 08 Desember 2009

HAK MOGOK

HAK MOGOK

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Secara etimologi, buruh atau pekerja adlah orang yang bekerja dengan mendapatkan upah atau gaji dalam perusahaan. Menurut Gunawi Kartasaputra (1985 : 17), Buruh adalah para tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan, dimana para pekerja itu harus tunduk kepada perintah dan peraturan kerja yang diadakan oleh pengusaha atau majikan yang bertanggungjawab atas lingkungan perusahaannya, untuk mana tenaga kerja itu memperoleh upah atau jaminan hidup lainnya yang sewajar-wajarnya.

Buruh adalah kelompok pekerja dalam bidang usaha dan merupakan mitra yang penting bagi pengusaha di dalam menjalankan roda perindustrian. Disatu pihak pengusaha yang merupakan kelompok pemegang modal membutuhkan para buruh untuk melakukan pekerjaan dalam rangka menjalankan roda perekonomian. Dilain pihak para buruh juga membutuhkan pekerjaan dan memberikan kontribusi yang besar dalam industri dan menerima imbalan atas hasil kerjanya yang telah disepakati dalam kontrak kerja antara kedua belah pihak. Namun seringkali terjadi pelanggaran atas hak-hak buruh yang dilakukan pengusaha seperti pembayaran upah yang lebih rendah dari standar pemerintah.

Revisi peraturan-peraturan pemerintah mengenai ketenagakerjaan merupakan komitmen pemerintah untuk terus mnyempurnakan aturan-aturan normatif ketenagakerjaan untuk dapat memenuhi rasa keadilan bagi dunia ketenagakerjaan yang di dalamnya terdapat pihak pengusaha dan buruh (pekerja). Ketentuan-ketentuan ini dikeluarkan pemerintah bertujuan untuk mengatur kehidupan ketenagakerjaan di Indonesia. Akan tetapi pemerintah sering pula mengeluarkan kebijakan-kebijakan normatif yang tidak jelas dan tidak mengatur secara mendetail aturan-aturan tersebut sehingga dapat menimbulkan perbedaan penafsiran pada pihak pengusaha hal tersebut tentu dapat menimbulkan konflik pada pihak pengusaha dengan pihak buruh dengan tidak adanya acuan yang jelas dapat memicu perbedaan persepsi antara pihak pengusaha dan buruh yang dapat menimbulkan mogok kerja yang dilakukan para pakerja ataupun penutupan perusahaan oleh pengusaha yang akan merugikan kedua belah pihak.

Mogok kerja yang dilakukan oleh para buruh adalah suatu cara yang dilakukan oleh buruh untuk menyampaikan tuntutan tertentu kepada pihak pengusaha. Mogok kerja atau berhenti beraktivitas dalam waktu yang tidak ditentukan dalam usaha untuk menyalurkan aspirasi kepada para pengusaha

Dan agar aspirasi mereka dapat di dengarkan dan dilaksanakan oleh pihak pengusaha agar roda industri dapat berjalan lagi.

B.PERMASALAHAN

Berita mengenai pemogokan yang dilakukan oleh para buruh di berbagai perusahaan sudah sangat sering kita dengar. Hal tersebut mengindikasikan hubungan tenaga kerja (buruh) dengan pihak pengusaha tidaklah harmonis terjadinya pemogokan oleh para buruh di dalam suatu perusahaan tidak terlepas dari kondisi permasalahan yang dialami oleh para buruh dalam perusahaan tempat mereka bekerja misalnya rendahnya upah dan ada kemungkinan hak-haknya tidak diperhatikan majikan. Oleh karena itu perlu upaya untuk mencari pemecahan dari masalah tersebut yang harus dilakukan oleh majikan dan bahkan pemerintah.

Mogok kerja pada prinsipnya merupakan hak dasar dari pekerja (buruh) dan serikat pekerja/serikat buruh yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 137 UU No. 13 Tahun 2003) yang dimaksud gagalnya perundingan adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan yang disebabkan tidak bersedianya satu pihak untuk berunding atau perundingan mengalami jalan buntu. Pengertian tertib dan damai disini adalah tidak menggangu ketertiban umum dan tidak membahayakan keselamatan jiwa dan harta benda perusahaan atau pengusaha atau orang lain atau milik masyarakat. Ada beberapa aturan mogok kerja yang merupakan aturan normatif antara lain mogok kerja wajib mematuhi ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan UU No. 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan para pekerja juga harus memperhatikan UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Bila buruh akan melakukan mogok kerja ia harus memberitahukan kepada pengusaha dan pihak berwenang, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan jika akan melakukan aksi diluar perusahaannya selain yang di atas harus juga memberitahukan kepada pihak berwajib atau kepolisian setempat dan mematuhi syarat-syarat mogok yaitu;

  1. benar-benar sudah melakukan perundingan tentang pokok-pokok perselisihan antara serikat pekerja dan majikan,
  2. benar-benar permintaan untuk berunding telah ditolak oleh pengusaha,
  3. telah dua kali dalam jangka waktu dua minggu tidak berhasil mengajak pihak lainnya untuk berunding di lain pihak mogok kerja merupakan senjata ampuh dalam upaya memenuhi aspirasi buruh namun dilain pihak merupakan gambaran buram kondisi kehidupan ketenagakerjaan di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

Abraham Maslow mengungkapkan suatu konsep yang membedakan lima tingkat kebutuhan manusia, mulai dari kebutuhan dasar (fisik), kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan kemampuan diri. Bila diperhatikan, kebutuhan yang dikemukakan diatas, tentu kebutuhan tersebut merupakan bagian terpenting dalam hidup manusia (buruh) yang harus dipenuhi. kaum buruh tidak mungkin melakukan pekerjaan dengan tenang dan baik jika berbagai kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi. Sehubungan dengan itu para majikan harus dapat memahami berbagai kebutuhan hidup yang diperlukan oleh buruh atau pekerjanya.

T.M Fraser menguraikan suatu jawaban tentang bagaimana mengatasi rasa ketidakpuasan kaum buruh melalui tulisannya sebagai berikut :

Program pemanusiawian pekerjaan adalah suatu kemajuan terakhir yang fundamental dalam usaha memperbaiki keadaan manusia didalam industri. dilihat dari sudut kebutuhan manusia akan perubahan dan perlunya rangsangan terus menerus dalam lingkungan kerja. Dengan memenuhi berbagai kebutuhan manusia(buruh) tentunya tidak akan ada tindakan-tindakan yang akan mengganggu suasana kerja yang tenang

Suatu tindakan pemogokan dapat dianggap sebagai upaya terakhir dari para buruh dan perlu digunakan andaikata hasil perundingan kea rah perdamaian tidak mencapai kata sepakat antara pihak buruh dan majikan. Mogok kerja adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pekerja/buruh didalam perusahaan dengan cara :

a. secara bersama-sama atau sebagian,

b. berhenti bekerja atau memperlambat pekerjaan,

c. mogok duduk dengan orasi.

Menurut konvensi International Labour Organization (ILO) tahun 1948 ada empat hak buruh yang disebut sebagai hak dasar sosial yaitu :

  1. hak berserikat,
  2. hak berunding kolektif,
  3. hak mogok, dan
  4. hak mendapat upah.

Hak-hak tersebut diatas dapat diketahui bahwa pada dasarnya eksistensi hak mogok tersebut mendapat pengakuan dari hukum positif Indonesia dan konvensi internasional sejauh hak mogok tersebut sesuai dengan koridor hukum.

Dalam hak pemogokan terdapat segi-segi positif dan negatif dan pembahasannya merupakan langkah yang penting,karena dapat diketahui apa untung dan ruginya jika terjadi suatu pemogokan karena hal tersebut tidak terlepas dari masalah kehidupan social ekonomi dan stabilitas nasional. Kehidupan sosial ekonomi buruh yang bersangkutan dan sebagian masyarakat

Jika dihubungkan dengan kehidupan social ekonomi sebenarnya sangat merugikan kaum buruh karena buruh yang bersangkutan bisa kehilangan mata pencaharian dalam jangka waktu tertentu, bahkan ada kemungkinan buruh bersangkutan dapat terkena pemutusan hubungan kerja. Selain merugikan buruh pemogokan juga dapat berakibat bagi masyarakat karena bias terjadi barang-barang yang menjadi kebutuhan kehidupan sehari-hari dari masyarakat tidak beredar di pasaran sehingga dapat menyebabkan naiknya harga barang

Tindakan penutupan perusahaan atau pemogokan pada prinsipnya tidak sesuai dengan budaya bangsa kita yang berasaskan kekeluargaan. Suatu konflik sebaiknya di selesaikan secara musyawarah untuk mufakat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Karena apabila suatu konflik antara para buruh dengan majikan berakhir dengan suatu pemogokan maka akan terjadi kemungkinan para buruh akan melakukan tindakan yang akan melanggar hukum misalnya terjadi pengrusakan. Jika terjadi pengrusakan maka orang itu dapat diminta pertanggungan jawab dari sudut hukum pidana. Walaupun pemogokan itu dimungkinkan namun tindakan tersebut hanya merupakan jalan pintas yang bersifat emosional yang seringkali tidak terkendali maka keadaan dapat menjadi tidak terkendali sehingga dapat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebenarnya dengan aksi pemogokan para buruh menaruh harapan agar tuntutan mereka dapat dipenuhi oleh pihak majikan. Persoalannya sekarang adalah apakah dengan pemogokan itu, tuntutan para buruh akan dikabulkan oleh pihak pengusaha atau tidak ? Jawabannya sederhana saja, yaitu apabila pengusaha telah merencanakan target tertentu dengan perusahaan lain mengenai penyediaan barang tertentu dan sebelum isi kontrak terpenuhi telah terjadi pemogokan maka mau tak mau pengusaha harus memenuhi permintaan para buruh karena jika tidak maka produksi barang tidak akan berjalan maka akan mengurangi kepercayaan kepada perusahaan tersebut. Akan tetapi jika pihak pengusaha tidak mempunyai tuntutan target tertentu yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu dan terjadi pemogokan maka para pengusaha cenderung akan bertahan dan dalam keadaan demikian pihak buruh akan mengalami kesulitan atau kerugian maka dari itu walaupun dimungkinkan melakukan pemogokan akan tetapi sebaiknya penyelesaian konflik suatu perusahaan dilakukan dengan cara musyawarah mufakat.

Uraian-uraian diatas menggambarkan bahwa eksistensi hak mogok dapat menimbulkan implikasi yang kompleks terhadap berbagai bidang hal ini juga dapat mempengaruhi masuknya modal asing ke Indonesia. Sebagaimana diketahui Indonesia masih membutuhkan modal asing untuk dapat menjalankan roda perindustriannya dengan demikian hak mogok kaum buruh hendaknya tidak sering terlalu terjadi karena dampaknya bukan hanya bagi para buruh dan pengusaha tapi juga roda perindustrian yang tentunya berkaitan dengan social ekonomi bangsa. oleh karena itu para pengusaha dan kaum buruh harus menjalankan hak dan kewajibannya agar tercipta suasana kerja yang menyenangkan.

BAB III

PENUTUP

Dalam rangka menciptakan suasana kerja yang harmonis dan produktivitas yang cukup tinggi,maka tiada lain harus diciptakan kondisi yang kondusif terhadap buruh sebagai tulang punggung perusahaan. Dengan menempatkan para buruh dalam kondisi yang menyenangkan maka berbagai kekhawatiran yang dapat terjadi dapat diminimalisir, seperti kekhawatiran akan terjadi pemogokan. Dalam diri buruh harus di tanamkan prinsip sense of belonging. Dengan memberikan kepercayaan yang cukup besar kepadanya, maka hubungan buruh dan majikan dapat berjalan dengan baik dan dengan demikian diharapkan mereka tidak akan melakukan pemogokan. Masalah-masalah hubungan industrial dalam bentuk keresahan pekerja, unjuk rasa dan pemogokan dapat menggangu proses produksi sehingga dapat merugikan pekerja itu sendiri, pengusaha, dan masyarakat pada umumnya. Sebab itu masalah-masalah industrial dalam bentuk keresahan pekerja termasuk perselisihan para pekerja dengan pengusaha harus diselesaikan sejak dini. Hak mogok merupakan hak prinsipil yang dimiliki oleh buruh yang dilindungi oleh undang-undang, akan tetapi hendaknya hak tersebut dapat diletakan pada koridor prosedur yuridis yang sudah diatur dalam undang-undang.

DAFTAR PUSTAKA

Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003

Kartasapoetra, Gunawi. Hukum Perburuhan di Indonesia. Pancasila Sinar grafika, Jakarta, 1992

Khakim, Abdul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan

UU No. 13 Tahun 2003, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003,hlm.97

Manulang, W. Sendjum, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. PT. Rineka Cipta. Jakarta, 1995

Marzuki, H.M.Laica, Pengantar Hukum Perburuhan Indonesia. Ujung Pandang 1990

Prinst. Darwan, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2000, hlm.247

Rusli. Hardijan, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Dahlia Indonesia, Jakarta,

2003, hlm.132

Sembiring M. Djaja, “Eksistensi dan Pelaksanaan Hak Mogok Menurut

Hukum Perburuhan” ; Tesis pasca sarjana Fakultas Hukum UI,

Jakarta,1994

Simanjuntak. Payaman J, Masalah-Masalah Hubungan Industrial di Indonesia

Himpunan Pembina Sumber Daya Indonesia (HIPSMI), Jakarta, 1992

Soepomo, Imam, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1986

Tim PMK-HKBP,Pengetahuan Dasar Tentang Hak-Hak Buruh,cetakan IV,

Yakoma PGI, Jakarta,2002

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar